MAKALAH KIMIA DASAR
( Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi nilai tugas
Mata Kuliah Kimia Dasar )
Dosen:
Hj. E. Dike
Mariske, SPd. MPKIm
DISUSUN OLEH :
Nama: Ulfa Nurajizah
Nim: 1431011004
Prodi : Pendidikan Biologi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SUKABUMI
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karenadengan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah tentangmateri Kimia Dasar ini dapat diselesaikan. Makalah ini
disusundalam rangka memenuhi nilai tugas Mata Kuliah Kimia Dasar.
Pada
kesempatan ini, saya tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini terutama untuk
Dosen H.j E Dike Mariska S.Pd, M.Pd Pembimbing Mata Kuliah Kimia Dasar,orang
tua saya yang selalu memberikan dukungan serta teman-temanyang telah membantu.
Dengan
penuh kesadaran bahwa tak ada gading yang takretak, maka makalah ini pun tidak
luput dari segala kekurangan.Segala kritik dan saran dari pembaca yang sifatnnyamemperbaiki,
menyempurnakan dan mengembangkan makalahini sangat saya harapkan.
Akhirnya
saya berharap semoga makalah ini bermanfaatbagi kita pada umumnya dan bagi saya
khususnya.
Sukabumi, 24
November 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ………………………………………………………………….. i
Daftar isi ………………………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN STOIKIOMETRI
A. Hukum – hukum Dasar kimia...………………………………………………... 2
B.
Teori
Atom Dalton .....................……………………………………………..... 6
C.
Hukum Avogardo...................………………………………………………..... 7
D.
Massa
Atom Dan Massa Molekul Relatif ..……………………………………. 8
E.
Konsep
Mol.......................................................................................................... 9
F.
Rumus
Empiris Dan Rumus Molekul.................................................................. 10
G.
Molalitas.............................................................................................................. 12
H.
Fraksi
mol............................................................................................................ 12
I.
Konsep
oksidasi dan reduksi............................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 16
B. Saran.................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita
ketahui bahwa air adalah salah satu senyawa paling sederhana dan paling
dijumpai serta paling penting. Bangsa Yunani kuno menganggap air adalah salath
satu dari empat unsur penysun segala sesuatu (disamping, tanah, udara, dan
api). Bagian terkecil daria air adalah molekul air. Molekul adalah partikel
yang sangat kecil, sehingga jumlah molekul dalam segelas air melebihi jumlah
halaman buku yang ada di bumi ini.
Stoikiometri
behubungan dengan hubungan kuantitatif antar unsure dalam satu senyawa dan
antar zat dalam suatu reaksi. Istilah itu berasal dari Yanani, yaitu dari kata
stoicheion, yang berarti unsure dan mentron yang artinya mengukur. Dasar dari
semua hitungan stoikiometri adalah pengetahuan tentang massa atom dan massa
molekul. Oleh karena itu, stoikiometri akan dimulai dengan membahasa upaya para
ahli dalam penentuan massa atom dan massa molekul.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja
Hukum-hukum Dasar Kimia ?
2. Bagaimana konsep
Massa Atom Relative ( Ar) ?
3. Bagaiman konsep
Molekul Relative ( Mr) ?
4. Bagaimana Konsep
Dan Bilangan Oksidasi ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahi
dasar- dasar Kimia
2. Mengetahui
lebih mendalam tentang stoikiometri yang kita temukan dalam kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
STOIKIOMETRI
A.
HUKUM-HUKUM
DASAR KIMIA
Ilmu kimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari materi yang meliputi susunan, sifat, dan parubahan materi serta
energi yang menyertai perubahan materi. Penelitian yang cermat terhadap
pereaksi dan hasil reaksi telah melahirkan hukum-hukum
dasar kimia yang menunjukkan hubungan kuantitatif atau yang disebut
stoikiometri. Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu stoicheon yang berarti unsur dan metrain yang berarti mengukur. Dengan
kata lain, stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan
kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi. Hukum-hukum kimia dasar tersebut
adalah hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan
volume, dan hukum perbandingan berganda. Hukum-hukum dasar kimia itu
merupakan pijakan kita dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia
selanjutnya.
- HUKUM KEKEKALAN MASSA (HUKUM LAVOISIER)
Pada awal abad ke- 18, para kimiawan dalam usahanya
mempelajari kalor dan pembakaran menemukan hal yang sangat aneh. Contohnya,
jika kayu dibakar, maka akan menghasilkan residu abu (padatan) yang jauh lebih
ringan daripada kayu semula. Akan tetapi, jika logam dibakar di udara bebas,
maka akan menghasilkan oksida yang lebih berat dibandingkan dengan logam
semula. Untuk menjawab keanehan tersebut, para kimiawan mengembangkan metode
eksperimen secara cermat dengan menggunakan neraca kimia dalam mengukur volume
atau massa gas, cair dan padat yang terjadi pada reaksi kimia. Oleh karena itu,
massa reaktan dan hasil reaksi dapat diukur dengan cermat. Hasil eksperimen
tersebut menyajikan fakta kepada pengamat dan menuntut mereka ke perumusan
hukum fundamental (dasar ) yang menguraikan sifat kimia. Hukum dasar yang
diperoleh dikenal dengan hukum kekekalan massa, yaitu sebagai
berikut.
’’
Massa tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan dalam perubahan materi apa pun.’’
Fakta hukum dasar kekekalan massa sudah dibuktikan
pada tahun 1756 oleh ilmuwan Rusia, M.V. Lomonosov. Mungkin karena masalah
bahasa, karyanya tidak dikenal di Eropa Barat secara meluas. Secara terpisah
pada tahun 1783, seorang kimiawan besar Prancis, Antoine Lavoisier melakukan
hal yang sama dengan menggunakan neraca kimia untuk menunjukkan bahwa jumlah
dari massa hasil reaksi kimia sama dengan jumlah massa reaktannya.
Lavoisier melakukan eksperimen dengan memanaskan
mrerkuri dalam labu tertutup yang berisi udara. Setelah beberapa hari,
terbentuk zat yang berwarna merah yaitu merkuri(II) oksida. Gas dalam tabung
massanya berkurang dan tidak dapat lagi menyangga pembakaran (lilin dalam
tabung tidak menyala lagi) dan hewan akan mati jika dimasukkan ke dalamnya. Hal
itu menunjukkan bahwa gas oksigen dalam tabung sudah habis. Sekarang diketahui
bahwa gas yang tersisa adalah nitrogen, sedangkan oksigen dari udara dalam
tabung telah habis bereaksi dengan merkuri. Selanjutnya, Lavoisier mengambil
oksida merkuri tersebut dan memanaskannya sehingga terurai kembali. Kemudian
dia menimbang merkuri dan gas yang dihasilkan. Ternyata massa gabungannya sama
dengan massa merkuri(II) oksida yang digunakan semula. Akhirnya setelah
beberapa kali dilakukan eksperimen dan hasilnya sama, Lavoisier menyatakan
hukum kekekalan massa yaitu sebagai berikut.
’’ Dalam setiap reaksi kimia, massa zat sebelum
dan sesudah reaksi selalu sama.’’
Lavoisier adalah orang pertama yang
mengamati bahwa reaksi kimia analog dengan persamaan aljabar.
Contoh
:
S(s) + O2(g)
→ SO2(g)
1
mol S bereaksi dengan 1 mol O2 membentuk 1 mol SO2. 32
gram S bereaksi dengan 32 gram O2 membentuk 64 gram SO2.
Massa total reaktan sama dengan massa produk yang dihasilkan.
H2(g) + ½ O2(g)
→ H2O(l)
1
mol H2 bereaksi dengan ½ mol O2 membentuk 1 mol H2O.
2 gram H2 bereaksi dengan 16 gram O2 membentuk 18 gram H2O.
Massa total reaktan sama dengan massa produk yang terbentuk.
- HUKUM PROUST ATAU HUKUM PERBANDINGAN TETAP
Pada tahun 1799 kimiawan
Prancis, Joseph Proust, melalui berbagai percobaan menemukan suatu ketetapan
yang dikenl dengan hukum Proust, yaitu sebagai berikut.
“perbandingan massa unsur-unsur pembentuk senyawa
selalu tetap, sekali pun dibuat dengan cara yang berbeda”
Pada
waktu itu Proust menemukan bahwa tembaga karbonat, baik dari sumber alami maupun sintetis di laboratorium mempunyai susunan
yang tetap.
Untuk
menentukan susunan suatu senyawa, kita dapat menguraikan suatu contoh senyawa
yang telah kita timbang, kemudian senyawa-senyawa itu diuraikan menjadi
unsure-unsurnya. Masing-masing unsur pembentuk senyawa itu kita timbang,
ternyata diperoleh suatu perbandingan tertentu. Jika hal tersebut
diulang-ulang, maka akan diperoleh perbandingan yang sama. Metode lain juga
dapat dilakukan, yaitu dengan menimbang massa senyawa yang terbentuk dari
persenyawaan unsur-unsur yang masing-masing unsur tersebut massanya diketahui.
Dari sekian banyak eksperimen mengenai susunan unsure dalam senyawa, selalu
menghasilkan pernyataan berikut.
“Suatu senyawa murni selalu tersusun dari unsur-unsur
yang tetap dengan perbandingan massa yang tetap.”
Contoh
:
S(s)
+ O2(g) → SO2(g)
Perbandingan
massa S terhadap massa O2 untuk membentuk SO2 adalah 32
gram S berbanding 32 gram O2 atau 1 : 1. Hal ini berarti, setiap
satu gram S tepat bereaksi dengan satu gram O2 membentuk 2 gram SO2.
Jika disediakan 50 gram S, dibutuhkan 50 graM O2 untuk membentuk 100
gra- SO2.
H2(g)
+ ½ O2(g) → H2O(l)
Perbandingan
massa H2 terhadap massa O2 untuk membentuk H2O
adalah 2 gram H2 berbanding 16 gram gram O2 atau 1 2 8.
Hal ini berarti, Setiap satu gram H2 tepat bereaKsi dengan 8 gram O2
lembentuk 9 gram H2O. Jika disediakan 24 gram O2,
dibutuhkan 1 gram H2 untuk membentuk 27 gram H2O.
- HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA
Ketertarikan John Dalton
mempelajari dua unsur yang dapat membentuk lebih dari satu senyawa ternyata
Menghasilkan suatu kesimpulan yang disebut hukum perbandingan berganda:
’’Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu
senyawa, maka perbandingan massa unsur yang satu, yang bersenyawa dengan unsur lain yang
tertentu massanya merupakan bilangan
bulat dan sederhana’’.
Sebagai contoh yaitu
tembaga dengan oksigen,karbon dengan oksigen, belerang dengan oksieen, dan
fosfor dengan klor. Perbandingan massa kedua unsur tersebut adalah sebagai
berikut.
1
Tembaga dan oksigen membentuk dua senyawa
tembaga oksida.
tembaga oksida
tembaga oksigen tembaga : oksigen
I 88,8% 11,2% 1
: 0,126
I 79,9% 20,1% 1
: 0,252
2
Karbon dan oksigen dapat membentuk dua senyawa
Karbon + oksigen → Karbon monoksida (I)
Karbon
+ oksigen → Karbon diosida (II)
senyawa karbon oksigen karbon : oksigen
I 42,8% 57,2% 1 : 1,33
II 27,3% 72,7% 1 : 2,67
3
Sulfur (belerang) dengan oksigan
dapat membentuk dua senyawa oksigen, yaitu sulfur oksida (I) dan sulfur
trioksida (II)
senyawa belerang oksigen belerang : oksigen
I 50% 50% 1 : 1
II 40% 60% 1 : 1,5
Sampai kini hukum ini masih dapat diterima, tetapi
perlu dikoreksi mengenai bilangan sederhana. Jika perbandingan itu bilangan
sederhana (1, 2, 3, 4, 5) berarti rumus senyawa juga sederhana, seperti H2O,
CO2, dan H2SO4. Akan tetapi kini
ditemukan senyawa dengan bilangan besar, seperti sukrosa dan asam arakidonat.
- HUKUM PERBANDINGAN VOLUME
Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam
reaksi kimia telah diselidiki oleh Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905.
Pada penelitian itu ditemukan bahwa pada suhu dan tekanan tetap, setiap satu
volume gas oksigen akan bereaksi dengan dua volume gas hidrogen menghasilkan
dua volume uap air, dengan demikian perbandingan antara volume hidrogen, volume
oksigen dan volume uap air berurut adalah 2:1:2. Contoh lain : satu volume gas
hidrogen akan bereaksi dengan satu volume gas klor menghasilkan dua volume gas
hidrogen klorida; perbandingan volume hidrogen, volume klor dan volume hidrogen
klorida berurut adalah 1:1:2. Pada reaksi antara gas nitrogen dan gas hidrogen
membentuk gas amonik, maka perbandingan volume dari ketiga gas itu berturut
adalah 1:3:2 (N2 : H2 : NH3).
Berdasarkan
uraian di atas,dapat disimpulkan bahwa:
“pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan volume
gas pereaksi dengan volume gas hasil reaksi merupakan bilangan bulat dan
sederhana (sama dengan perbandingan koefisien reaksinya)”
Contoh
:
N2(g)
+ 3 H2(g) → 2 NH3(g)
Perbandingan
volume gas sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti,
setiap 1 mL gas N2 tepat bereaksi dengan 3 mL gas H2
membentuk 2 mL gas NH3. Dengan demikian, untuk memperoleh 50 L gas
NH3, dibutuhkan 25 L gas N2 dan 75 L gas H2.
CO(g)
+ H2O(g) → CO2(g) + H2(g)
Perbandingan
volume gas sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti,
setiap 1 mL gas CO tepat bereaksi dengan 1 mL gas H2O membentuk 1 mL
gas CO2 dan 1 mL gas H2. Dengan demikian, sebanyak 4 L
gas CO membutuhkan 4 L gas H2O untuk membentuk 4 L gas CO2
dan 4 L gas H2.
B.
TEORI ATOM DALTON
Mempelajari tentang teori atom sangatlah penting sebab
atom merupakan penyusun materi yang ada di alam semesta. Dengan memahami atom
kita dapat mempelajari bagaimana satu atom dengan yang lain berinteraksi,
mengetahui sifat-sifat atom, dan sebagainya sehigga kita dapat memanfaatkan aam
semesta untuk kepentingan umat manusia.
Nama “atom” berasal dari bahasa Yunani yaitu “atomos”
diperkenalkan oleh Democritus yang artinya tidak dapat dibagi lagi atau bagain
terkecil dari materi yang tidak dapat dibagi lagi. Konsep atom yang merupakan
penyusun materi yang tidak dapat dibagi lagi pertama kali diperkenalkan oleh
ahli filsafat Yunani dan India.
Konsep atom yang lebih modern muncul pada abab ke 17
dan 18 dimana saat itu ilmu kimia mulai berkembang. Para ilmuwan mulai
menggunakan teknik menimbang untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat dan
menggunakan ilmu fisika untuk mendukung perkembangan teori atom.
John Dalton seorang guru berkebangsaan Ingris
menggunakan konsep atom untuk menjelaskan mengapa unsur selalu bereaksi dengan
perbandingan angka bulat sederhana (selanjutnya lebih dikenal dengan hokum
perbandingan berganda) dan mengapa gas lebih mudah larut dalam air dibandingkan
yang lain. Dalton menyusun teori atomnya berdasarkan hukum kekekalan massa dan
hokum perbandingan tetap. Dimana konsep atomnya adalah sebagai berikut:
- Setiap unsur tersusun dari partikel kecil yang disebut sebagai atom.
- Atom dari unsur yang sama adalah identik dan atom dari unsur yang tidak berbeda dalam beberapa hal dasar.
- Senyawa kimia dibentuk dari kombinasi atom. Suatu senyawa selalu memiliki perbandingan jumlah atom dan jenis atom yang sama.
- Reaksi kimia melibatkan reorganisasi atom yaitu berubah bagaimana cara mereka berikatan akan tetapi atom-atom yang terlibat tidak berubah selama reaksi kimia berjalan.
Model atom Dalton ini biasanya disebut sebagai model
atom bola billiard dimana warna bola billiard yang berbeda-beda merupakan
symbol atom unsur yang berbeda-beda.
C.
HUKUM AVOGADRO
Hukum Avogadro
(Hipotes Avogadro, atau Prinsip Avogadro) adalah hukum gas yang
diberi nama sesuai dengan ilmuwan
Italia Amedeo Avogadro, yang pada 1811
mengajukan hipotesis bahwa:
Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur
dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.
Artinya,
jumlah molekul atau atom
dalam suatu volum gas
tidak tergantung kepada ukuran atau massa
dari molekul gas. Sebagai contoh, 1 liter gas hidrogen
dan nitrogen akan mengandung jumlah molekul yang sama, selama suhu
dan tekanannya sama. Aspek ini dapat dinyatakan secara matematis,
dimana:
V adalah volum gas.
k adalah tetapan kesebandingan.
Akibat
paling penting dari hukum Avogadro adalah bahwa Konstanta gas ideal memiliki
nilai yang sama bagi semua gas. Artinya, konstanta
dimana:
memiliki
nilai yang sama untuk semua gas, tidak tergantung pada ukuran atau massa
molekul gas. Hipotesis Avogadro dibuktikan melalui teori kinetika gas.
Satu
mol gas ideal memiliki volum 22.4 liter pada kondisi standar (STP), dan angka ini sering disebut volum molar gas
ideal. Gas-gas nyata (non-ideal) memiliki nilai yang berbeda.
Contoh :Pada
pembentukan molekul H2O
2L H2(g)
+ 1L O2(g) ® 2L H2O(g)
2 molekul H2 1
molekul O2 2 molekul H2O
Catatan :
Jika volume dan jumlah molekul salah 1 zat
diketahui, maka volume dan jumlah molekul zat lain dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan :
dan
Keterangan :
V = volume molekul ( L )
X = jumlah partikel ( molekul )
D.
MASSA ATOM DAN MASSA
MOLEKUL RELATIF
Atom adalah partikel yang sangat kecil sehingga massa
atom juga terlalu kecil bila dinyatakan dengan satuan gram. Karena itu, para
ahli kimia menciptakan cara untuk mengukur massa suatu atom, yaitu dengan massa
atom relatif. Massa atom relatif (Ar) adalah perbandingan massa
rata-rata suatu atom dengan satu per dua belas kali massa satu atom karbon-12.
Unit terkecil suatu zat dapat juga berupa molekul.
Molekul disusun oleh dua atau lebih atom-atom yang disatukan oleh ikatan kimia.
Massa molekul relatif (Mr) adalah perbandingan massa rata-rata
suatu molekul dengan satu per dua belas kali massa satu atom karbon-12.
Ar
Y = massa rata-rata 1 molekul Y / (1/12 x massa 1 atom C-12)
Dalam rumus di atas digunakan massa atom dan massa
molekul rata-rata. Kenapa menggunakan massa atom rata-rata? Karena unsur di
alam mempunyai beberapa isotop. Sebagai contoh, karbon di alam mempunyai
2 buah isotop yang stabil yaitu C-12 (98,93%) dan C-13 (1,07%). Jika kelimpahan
dan massa masing-masing isotop diketahui, massa atom relatif suatu unsur dapat
dihitung dengan rumus:
Ar
X = {(% isotop 1 x massa isotop 1) + (% isotop 2 x massa isotop 2) + …}/100
Jika diketahui massa atom relatif masing-masing unsur
penyusun suatu molekul, massa molekul relatifnya sama dengan jumlah massa atom
relatif dari seluruh atom penyusun molekul tersebut. Molekul yang mempunyai
rumus AmBn berarti dalam 1 molekul tersbut terdapat m
atom A dan n atom B. Dengan demikian massa molekul relatif AmBn
dapat dihitung seperti berikut.
Mr AmBn = m x Ar A + n x Ar B
E.
KONSEP MOL
Dalam mereaksikan zat, banyak hal yang perlu kita
perhatikan misalnya wujud zat berupa gas, cair dan padat. Cukup sulit bagi kita
untuk mereaksikan zat dalam ketiga wujud zat tersebut, dalam bentuk padat
dipergunakan ukuran dalam massa (gram), dalam bentuk cair dipergunakan volume
zat cair dimana didalamnya ada pelarut dan ada zat yang terlarut. Demikian pula
yang berwujud gas memiliki ukuran volume gas.
Kondisi ini menuntut para ahli kimia untuk memberikan
satuan yang baru yang dapat mencerminkan jumlah zat dalam berbagai wujud zat.
Avogadro mencoba memperkenalkan satuan baru yang disebut dengan mol. Definisi
untuk 1 (satu) mol adalah banyaknya zat yang mengandung partikel sebanyak 6.023
x 1023. Bilangan ini dikenal dengan Bilangan Avogadro yang dilambangkan dengan
huruf N.
Bagan di atas menunjukkan persamaan yang menyatakan
hubungan jumlah mol dengan jumlah partikel untuk atom dan molekul
Dengan mempertimbangkan aspek massa zat, 1 mol zat
didefinisikan sebagai massa zat tersebut yang sesuai dengan massa molekul
relatifnya (Mr) atau massa atomnya (Ar).
Untuk 1 mol zat Karbon maka memiliki massa sesuai
dengan massa atom Karbon, diketahui dari tabel periodik bahwa massa atom karbon
adalah 12 sma, sehingga massa zat tersebut juga 12 gram. Untuk itu 1 mol zat
dapat kita ubah kedalam bentuk persamaan :
Jumlah
Mol ( n )
|
Massa
( m )
|
Volum
Gas ( V )
|
Jumlah
Partikel ( X )
|
Kemolaran
( M )
|
|
|
|
|
F.
RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL
Rumus
kimia suatu zat dapat menjelaskan atau menyatakan jumlah relatif atom yang ada
dalam zat itu. Rumus kimia dibedakan menjadi rumus molekul dan rumus empiris. Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari
suatu senyawa.Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang
terdapat dalam molekul.
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya
-
% massa dan Ar masing-masing unsurnya
-
perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya
Rumus molekul suatu zat menjelaskan jumlah atom setiap
unsure dalam satu molekul zat itu.
Bila
rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus
molekulnya dapat ditentukan.
KEMOLARAN
Kemolaran Larutan (M)
ü Kemolaran adalah suatu cara untuk
menyatakan konsentrasi (kepekatan) larutan.
ü Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam
tiap liter larutan, atau jumlah mmol zat terlarut dalam tiap mL larutan.
ü Dirumuskan :
ü Misalnya : larutan NaCl 0,2 M artinya,
dalam tiap liter larutan terdapat 0,2 mol (= 11,7 gram) NaCl atau dalam tiap mL
larutan terdapat 0,2 mmol (= 11,7 mg) NaCl.
Rumus Pengenceran
V1.M1=V2.M2
V1=Volume sebelum pengenceran(liter)
M1=Molaritas sebelum pengenceran(M)
V2=Volume sesudah pengenceran(liter)
M2=Molaritas sesudah pengenceran(M)
M1=Molaritas sebelum pengenceran(M)
V2=Volume sesudah pengenceran(liter)
M2=Molaritas sesudah pengenceran(M)
G.
MOLALITAS
Molalitas menyatakan perbandingan mol zat terlarut
dalam kilogram pelarut. Molalitas dinyatakan antara jumlah mol zat terlarut
dengan massa dalam kg pelarut. Bagaimana simbol dari molalitas zat? Molalitas
disimbolkan dengan m
dengan
n
= jumlah mol zat terlarut ......................... (mol)
p
= massa pelarut ..................................... (kg)
m
= molalitas ............................................. (mol kg-1)
H.
FRAKSI MOL
Fraksi mol merupakan satuan konsentrasi yang
menyatakan perbandingan antara jumlah mol salah satu komponen larutan (jumlah
mol zat pelarut atau jumlah mol zat terlarut) dengan jumlah mol total larutan.
Fraksi mol disimbolkan dengan X . Misal dalam larutan hanya mengandung 2
komponen, yaitu zat B sebagai zat terlarut dan A sebagai pelarut, maka fraksi
mol A disimbolkan XA dan XB untuk fraksi mol zat
terlarut.
atau
dengan
XA = fraksi mol pelarut
XB
= fraksi mol zat terlarut
nA
= jumlah mol pelarut
nB
= jumlah mol zat terlarut
Jumlah
fraksi mol pelarut dengan zat terlarut sama dengan 1.
XA
+ XB = 1
I.
BILANGAN OKSIDASI
1. PENGERTIAN
BILANGAN OKSIDASI
Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom
dalam suatu molekul atau dalam ion yang dialokasikan sedemikian sehingga
atom yang ke-elektronegativannya lebih rendah mempunyai muatan positif.
Karena muatan listrik tidak berbeda dalam hal molekul yang terdiri atas atom
yang sama, bilangan oksidasi atom adalah kuosien muatan listrik netto dibagi
jumlah atom. Dalam kasus ion atau molekul mengandung atom yang berbeda,
atom dengan ke-elektronegativan lebih besar dapat dianggap anion dan yang lebih
kecil dianggap kation. Misalnya, nitrogen berbilangan oksidasi 0 dalam N2;
oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam O22-; dalam NO2
nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH3 nitrogen -3 dan hidrogen
+1. Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang sama yang digabungkan
dengan pasangan yang berbeda dan atom dikatakan memiliki muatan formal yang
sama nilainya dengan bilangan oksidasinya. Walaupun harga nilai muatan
formal ini tidak mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini sangat
memudahkan untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam menangani reaksi
redoks.
2. KONSEP
REAKSI OKSIDASI DAN REDUKSI
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemui reaksi
kimia yang dapat digolongkan dalam reaksi oksidasi, reaksi reduksi maupun
reaksi oksidasi-reduksi (redoks), misalnya pembakaran, perkaratan, pengolahan
logam dari bijinya.
Berdasar perkembangannya,
konsep oksidasi-reduksi dijelaskan dari beberapa hal berikut :
a. Penggabungan dan Pengeluaran Oksigen
Jika
sepotong besi diletakkan di udara terbuka, lama kelamaan logam itu berkarat.
Reaksi perkaratan besi
berlangsung sebagai berikut :
berlangsung sebagai berikut :
4Fe(s) + 3O2(g) ------> 2Fe2O3
Pada peristiwa perkaratan, besi bereaksi dengan
oksigen. Kita katakan besi mengalami oksidasi. Kata “oksidasi” secara karafiah
berarti “ Pengoksigenan ”. karat besi adalah oksida dengan rumus Fe2O3,
sebagaimana bijih besi pada kulit bumi, pada industri logam bijih besi diolah
menjadi besi murni menurut reaksi berikut ini :
Fe2O3(s) + 3CO(g) ------> 2Fe(s) + 3CO2 (g)
Pada pembuatan besi murni, terjadi pengeluaran atau pengurangan oksigen dari bijih besi (Fe2O3). Kita katakan, Fe2O3 mengalami reduksi. Kata reduksi secara harafiah berarti “pengurangan”. Jadi : Oksidasi adalah peristiwa penggabungan pada persamaan reaksi berikut :
2Cu + O2 ----> 2CuO
2Fe + O2 ----> 2FeO
4Fe + 3O2 ----> 2Fe2O3
Reduksi
adalah proses pengambilan atau pengeluaran oksigen dari suatu zat.
2FeO
+ C ----> 2Fe + CO2
CuO + H2 ----> Cu + H2O
CuO + H2 ----> Cu + H2O
b. Pelepasan dan Penangkapan Elektron
Pada peristiwa oksidasi Fe menjadi Fe2O3, atom Fe
melepaskan elektron menjadi ion Fe3+. Jadi pengertian oksidasi dapat diperluas
menjadi pelepasan elektron. Sebaliknya pada peristiwa reduksi Fe2O3 menjadi Fe,
ion Fe3+ menangkap elektron menjadi atom Fe. Maka pengertian reduksi
juga dapat diperluas menjadi peristiwa penangkapan elektron.
Dengan pengertian yang lebih luas ini, konsep oksidasi dan reduksi tidaklah terbatas pada reaksi-reaksi yang melibatkan oksigen saja.
Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron.
Dengan pengertian yang lebih luas ini, konsep oksidasi dan reduksi tidaklah terbatas pada reaksi-reaksi yang melibatkan oksigen saja.
Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron.
Contoh
reaksi oksidasi :
Na ----> Na+ + e
Zn ----> Zn2+ + 2e
Fe2+ ----> Fe3+ + e
S2- ---- >S + 2e
Na ----> Na+ + e
Zn ----> Zn2+ + 2e
Fe2+ ----> Fe3+ + e
S2- ---- >S + 2e
Reduksi adalah reaksi penerimaan atau penangkapan
elektron.
Contoh reaksi reduksi :
K+ + e ---- >K
Cu2+ + 2e ---->Cu
Co3+ + e----> Co2+
Cl2 + 2e ---->2Cl-
K+ + e ---- >K
Cu2+ + 2e ---->Cu
Co3+ + e----> Co2+
Cl2 + 2e ---->2Cl-
c. Oksidasi-Reduksi Berdasarkan Bilangan Oksidasi
Oksidasi
= Penambahan (naiknya) bilangan oksidasi
Reduksi = Pengurangan (turunnya) bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi : bilangan yang menunjukkan kemampuan atom dalam mengikat atau melepas elektron
Reduksi = Pengurangan (turunnya) bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi : bilangan yang menunjukkan kemampuan atom dalam mengikat atau melepas elektron
Contoh
:
Fe2O3(s) + ....3CO(g)→ 2Fe(s) +..3CO2(g)
+3..................+2............0..........+4
l_________________l
reduksi........... l_____________l
...........................oks
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian materi di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.
Stoikiometri
adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat
dalam reaksi.
2. Konsep
mol digunakan untuk menentukan rumus kimia suatu senyawa, baik rumus empiris
(perbandingan terkecil atom dalam senyawa) maupun rumus molekul (jumlah atom
dalam senyawa)
3. Rumus
empiris dihitung gram atau persen masing-masing penyusun senyawa dan angka
tersebut dibagi dengan Ar masing-masing diperoleh perbandingan mol terkecil
dari unsur penyusun senyawa.
4. Rumus
molekul dan rumus empiris suatu senyawa ada kalanya sama, tetapi kebanyakan
tidak sama.
5. Menentukan
rumus molekul senyawa ada dua hal yang harus terlebih dahulu diketahui yaitu
rumus empiris senyawa dan Mr atau BM senyawa.
6. Koefisien
reaksi : Perbandingan mol seluruh zat
yang ada pada persamaan reaksi, baik reaksi ruas kiri maupun hasil di ruas
kanan.
7.
Jika salah satu
zat sudah diketahui molnya, mk zat lain pada persamaan reaksi dapat dicari
dengan cara membandingkan koefisien.
8. Hukum-hukum
gas Yaitu:
a. Hukum
Gay-Lussac (hukum perbandingan volume).
b. Hukum
Avogadro (pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang bervolume sama akan
memiliki mol yang sama).
c. Keadaan
Standar (setiap 1 mol gas apa saja pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm
memiliki volume 22,4 liter (22,4 dm3)
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini semoga bisa menambah wawasan
DAPTAR PUSTAKA
Brady, E.J. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Chang, Raymond.
2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti.
Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002. Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB.
http :
//www.google.co,id/kinetika kimia (diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Brady, E.J. 1999.
Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, Raymond.
2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002.
Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya.
Syukri, S. 1999.
Kimia Dasar. Bandung : ITB.
http :
//www.google.co,id/stoikiometri (diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Keenan, C. 1999.
Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
No comments:
Post a Comment